ALIANSI Rakyat Menggugat (ARM) melaporkan temuan serta mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sesegera mengusut dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam proyek pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat.
Ketua Umum ARM Furqon Mu jahid Bangun ditemuai di Pengadilan Topikor Bandung Senin (14/06/2021). Dalam kesempatan tersebut Kang Jahid panggilan akrabnya menyatakan bahwa ada beberapa indikasi KKN dalam pelaksanaan proyek Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat yang diduga merugikan keuangan Negara sekitar Rp3,9 miliar.
Lanjut Mujahid menjelaskan, indikasi KKN tersebut di antaranya ketidakpatuhan dalam proses pengadaan dengan pemecahan paket pekerjaan, oknum staf Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat diduga berkolusi dengan modus memberikan soft file rumus perhitungan Analisa Harga Satuan (AHS) pekerjaan yang digunakan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kepada calon penyedia, dan adanya dugaan penggelembungan (mark up) pemahalan harga.
Permasalahan dugaan KKN proyek Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat tersebut telah dikonfirmasikan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat sejak 19 April 2021 lalu, tapi sampai saat ini tidak ada penjelasan. Kami dari ARM bersama beberapa mitra kerja ARM dari media massa juga beberapa kali mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat untuk mendapatkan penjelasan tentang hal tersebut, tapi menurut staf kantor tersebut belum ada jawaban dari pimpinan mereka.
“Terkait dengan laporan serta desakan ARM kepada KPK untuk mengusut dugaan KKN pada proyek di Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat yang diduga merugikan keuangan Negara sekitar Rp3,9 miliar ini, ARM sebagai wadah berhimpun para penggiat anti korupsi nasional lebih percaya kepada KPK untuk membongkar kasus korupsi di Jawa Barat,” tegas Mujahid yang juga tokoh penggiat anti korupsi nasional yang dikenal getol mengungkap beberapa kasus korupsi di berbagai wilayah di Indonesia.
Lebih lanjut Mujahid menjelaskan, indikasi KKN dalam pelaksanaan proyek pada Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat yang diduga merugikan keuangan Negara sekitar Rp3,9 miliar didasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Dalam LHP BPK ini dijelaskan, dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, PPK dilarang memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket pekerjaan Tahun Anggaran 2019 sebanyak 23 paket dan pada Tahun Anggaran 2020 (per 30 September 2020) sebanyak 23 paket. Jadi totalnya 46 paket.(Yara)