Revitalisasi Pasar Banjaran tak akan Maksimal jika Lahan Ipah tidak Dibebaskan

REVITALISASI Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung kemungkinan tidak akan maksimal, sebab di pasar itu masih ada lahan milik warga Banjaran, Ipah yang belum dibebaskan.

“Di pasar itu ternyata masih ada lahan pribadi miliknya ibu Ipah, jadi tidak bisa ujug-ujug dibikin sama rata. Itu kan aturannya harus jelas, yang di Pemda (pedagang yang berada di aset pemerintah) sikapnya harus seperti apa kemudian ke swata (di tanah pribadi) juga seperti apa. Karena di situ ngumpul block 1,2 dan block 3,” jelas Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Tedi Surahman saat dihubungi lewat telpon, Minggu (11/6/2023).

Menurut Tedi, sampai saat ini pihak dinas perdagangan dan industri (disdagin) belum ada komunikasi yang jelas dengan pemilik lahan.

“Jadi Disdagin menyikapi lahan pribagi mau seperti apa?. Kalau mau diambil, Pemda kan harus dibeli dulu, baru menjadi milik Pemkab dan statusnya sama dengab block 1 dan 3,” tambahnya.

Jika posisinya seperti sekarang,ujar Ketua Fraksi PKS ini, nanti revitalisasinya akan loncat- loncat, yang milik Pemda direvitalisasi sementara yang di lahan pribadi akan dilewat.

Legislator asal dapil 2 Kabupaten Bandung ini menegaskan, yang disebut revitalisasi itu kan harus utuh semuanya, “‘maenya ngagatung aya pasar teu dibangun (masa menggantung, ada pasar engga dibangun,” ujar Tedi.

” Pasar di pinggirnya dirapihkan, ditengahnya tetap kumuh kan engga begitu,” imbuhnya.

Oleh karena itu, harus ada kesepakatan antara Pemda dengan pemilik lahan. Jika membolehkan pasar di block 2 (lahan milik Ipah) dibangun tapi lahan tetap miliknya, nanti ada proses kerja sama yang berbeda.

” Kalau block 1dan 3 lahannya itu aset Pemda dibangun PT Bangun Guna Serah (BGS), yang milik pribadi akan seperti itu atau engga, itu tergantung kesepakan dengan bu Ipah selaku pemilik lahan, maunya seperi apa ?” jelas Tedi.

“Sekarang pasar itu nyaman anggreng bagus tata kota bagus, jika tengah-tengahnya pasar masih kumuh sama dengan bohong. Makanya saya sampaikan, dinas teh kaya yang buru – buru (ingin cepat – cepat) tetapi tahapanya tidak ditempuh,” sambungnya.

Terkait dengan Pilkada 2024, sehingga mempercepat proses revitalisasi, ujar Tedi bukan seperti itu, meskipun revitalisasi itu masuk di rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang disepakati juga oleh legislatif, tetapi proses atau tahapan yang benar.

” Di cek dulu kiosnya seperti apa, lahannya seperti apa, status alun – alun yang jadi pasar sementara termasuk lahan bekas tempat sampah, yang dulu dipake pasar domba statusnya bagaimana dan pihak ke tiganya siapa kita harus tahu itu,” paparnya.

Selain itu ungkapnya, kios juga harus dihitung sesuai kebutuhannya. Kemudian kios yang eksisthing sekarang itu milik pdagang,meskipun berdiri di lahan milik Pemkab Bandung, tetapi Disdagin jangan main seperti itu.

” Mereka kan ada aset disitu, mengeluarkan biaya utk membangun kios, makanya jangan ujug – ujug dibongkar tetapi tahapan itu harus ditempuh dulu. Saya yakin ada komunisasi yang kurang bagus, ada koordinasi yang kuramg pas antara eksekutif dengan para pedagang di Banjaran,” tuturnya

Tedi yang sempat menyamar jadi pembeli di Pasar Banjaran, menjelaskan, kelompok warga pedagang pasar ( kerwapa) Banjaran tidak menolak revitalisasi tetapi ada tahapan yang kemudian tidak dilakuan oleh Disdagin.

Prosesnya harus panjang, urusannya dengan perut orang, kata Tedi, lahan milik Pemda tapi kios milik para pedagang yang dibangun masing-,masing, termsuk listriknya pasang sendiri.

Tedi menegaskan, sangat ironis yang membangun kios pedagang termasuk pasang listrik, tetapi Disdagin melalui pihak ke 3 minta PLN umtuk mencabut, kan aneh…!

Untung PLN nya ngerti, katanya, kalau di Pasar Banjaran itu sedang melakukan proses hukum, akhirnya melayangkan jawaban, bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan, karana PLN itu kaitannya dengan pelanggan. Itu siapa?, ya para pedagang, bukan pihak ke 3.

” Saya acungkan dua jempol buat PLN yang sudah memberikan jawaban cukup baik. Namun sebaliknya buat Disdagin, tindakannya itu seolah- olah dipaksakan untik segera relokasi agar terjadinya revitalisasi,” ucapnya.

Menurutnya, revitalisasi itu bukan sekedar membangun pasar tetapi harus universal, PKl nya ditata agar ttidak semrawut termasuk parkitnya supaya tidak macet.

Kemudian pedagang yang di gang- gang juga diatur, agat lalu lintas lalin untuk looding (bongkar muat) barang tidak sulit. Sampah dikelola, dalam MoU dengan pihak ke 3 sampah dan retribusinya itu ditarik pihak ke 3 termasuk memberiskannya,tetapi kenyataan sekarang oleh para pedagang pasar.

Jadi ini ada apa dengan Pasar Banjaran. ” Ini bukan berarrti saya berbeda dengan eksekutif, tetapi berusaha meluruskan. sesungguhnya revitalisasi itu harus seperti apa. Komunikasikan dengan para pedagang secara baik – baik, bukan disingsieunan dengan surat edaran, satpol PP, ormas dan lainnya. Para pedagang itu, masyarakat yang sedang mencari makan.

Yang selama ini dijadikan bukti persetujuan revitalisasi dari pedagang ungkap Tedi, daftar hadir saat ada kunjungan komisi ke Pasar Banjaran para pedagang diundang dan diminta mengisi daftat hadir.

‘ Untuk itu selama proses revitasilasi itu tidak ditempuh dengan benar ada tahapan yg tertinggal atau telrewat, maka saya akan tetap.membantu Pasar Banjara agar tidak ada yang ditugikan,” ujarnya. (nk)