Dedi : Tidak ada Alih Fungsi Lahan hanya Konvensi Tanaman

MANAGER Penanganan dan Penyelesaian Permasalahan Pertanahan (P4) PTPN VIII, Dedi Kusramdani, mengatakan, tidak ada kebijkan PTPN untuk alih fungsi lahan, yang ada hanya konversi tanaman.

“Bukan alih fungsi yang ada konvensi tanaman, misalnya dari tanaman teh ke sayuran. Seperti di Tambaksari Ciater itu dari teh kita konversi ke sawit,” kata Dedi saat ditemui di Perkebunan Sedep, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kamis (11/8/2022).

Selama ini semua pihak menuding, jika alih fungsi lahan perkebunan salah satu “biang” terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Bandung Selatan, termasuk di Kertasari, yang mengakibatkan longsor dan banjir bandang beberapa waktu lalu.

Menurut Dedi, konvensi tanaman itu dilakukan dilahan okuvasi pada program pemberdayaan masyarakat sekitar kebun (PMDK). Namun, dalam kerjasama memanfaatkan lahan tersebut, ada aturan yang harus ditempuh pihak petani.

Jadi dari pengajuan petani, jelas Dedi, PTPN akan mengkajinya terlebih dahulu baik segi ekonomi, teknis dan dampkanya terhadap kingkungan.

” Jika ada penggarap yang melanggar, apalagi sampai merusak lingkuangan, kita tidak segan akan memberikan peringatan hingga pencabutan izin menggarap lahan okuvasi”, jelas Dedi.

” Masyarakat di Bandung selatan, seperti di Pangalengan dan Kertasari itu unumnya petani. Mereka lebih memilih menanam sayuran, selain karena tuntutan masyarakat juga desakan kebutuhan ekonomi. Sayuran kan cepat menghasilkan,” tambah Dedi.

Dia mengungkapkan, selain teh PTPN Vlll juga melakukan diversifikasi usaha dengan menanam kopi di wilayah Kertasari dan agro wisata.

Untuk program PMDK jelas Dedi, dari 113.000 hektar lahan perkebunan srkitar 7.400 hektar sudah diokuvasi dengan perjanjian kerjasama sekitar 40 persennya.

“Sisanya belum kooperatif, karena itu kita sedang melakukan pendekatan dengan masyarakat, serta melakukan kerjasama dengan pemerintahan dan aparat penegak hukum,” tuturnya.

Sementara, Bagian Pengelola Aset PTPN VIII, Dendi Firmanda, mengatakan, sesuai peraturan Menteri BUMN, aset perkebunan boleh dikerjasamakan atau dimanfaatkan selama belum termanfaatkan.

“Tapi tentu harus ada izin izinnya,” ucap dia.

Di PTPN VIII tambahnya, dari luas lahan yang ada sekitar 40 persennya digunakan untuk budidaya utama, sedangkan yang 60 persen merupakan areal cadangan dan lainnya termasuk okupasi.

“Yang okupasi untuk antisipasi program PMDK dan agro wisata, karena kita mulai membuka. Kalau budidaya sekarang tidak survive, bila melihat harga komiditi, kecuai sawit masih idola, karet dan teh itu di global kita tahu harganya segitu gitu juga, sementara kita harus menanggung biaya overhead (biaya yang tidak berkaitan langsung dengan proses produksi atau pun jasa-red), biaya operasional bahkan kenaikan gaji, makanya kita cari sumber-sumber pendapatan lain,” paparnya.

Menurutnya, pihak PTPN VIII saat ini juga sedang mengembangkan industri hilir, dengan semua jenis varian teh. Selain itu jelasnya, juga tegah mengembangkan invoasi subhoding yang merupakan program strategis nasional.

PTPN VIII tengah membidik pendirian tiga subholding di antaranya, PalmCo, SugarCo atau PT Sinergi Gula Nusantara dan Supporting Co bekerja sama dengan PTPN yang ada. (nk).

dialogpublik.com