Tanah Garapan Diseruduk Proyek Perumahan

Don’t cry (jangan menangis) ungkapan pertama Ketua Komite Peduli Jawa Barat (KPJB) Lili Muslihat, saat menenangkan ratusan petani di RT 12 RW 02, Parunghalang, Baleendah, Kabupaten Bandung yang resah karena tanah garapannya diseruduk proyek perumahan, Sabtu (10/4/2021) di Parunghalang.

Sekitar 53 hektar tanah garapan terancam dibuldozer oleh PT. ABP, untuk dijadikan komplek perumahan. Padahal ujar Lili, itu merupakan tanah terlantar yang tengah dimohonkan kepemilikannya oleh 5000 kepala keluarga (KK).

Dia menjelaskan, tanah yang berlokasi di Parunghalang dan Ciodeng merupakan tanah milik negara yang sudah puluhan tahun dibiarkan terlantar. Sesuai Undang-undang pertanahan, yang diperjelas dalam PP 24 tahun 1979 tanah yang ditelantarkan lebih dari 20 tahun bisa dimohonkan kepemilikannya.

lili1Warga Parunghalang sudah melayangkan surat permohonan kepemilikan lahan itu ke BPN Kabupaten Bandung dengan tebusan ke kanwil Jabar dan Kementrian agraria.

Sebenarnya jelas Lili, tanah itu milik 4 orang konglomerat yang membelinya dari masyarakat setempat. Namun di 1980, para konglomerat itu terjerat masalah hukum dan tanah tersebut dijadikan jaminan pada negara.

“Sejak itu tanah tersebut dibiarkan terlantar, masyarakat selain menggarapnya juga menjadikannya sebagai tempat tinggal. Itu sudah berjalan puluhan tahun,” jelasnya.

Namun pada 2020, tiba-tiba PT ABK mengklaimnya sebagai pemilik lahan dan disulap jadi kompleks perumahan. Lili menjelaskan, berdasarkan pengakuan Direktur ABK, Nurohman, pihaknya membeli lahan itu dari Sarip Nurhadi dengan nomor sertifikat 99.

” Namun setelah diselidiki sertifikat itu baru berupa Surat Keterangan Desa (SKD) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Bojongmalaka,Baleendah,” tuturnya.

Bukan saja Nurhadi yang mengaku pemilik sertifikat atas lahan itu, tapi ada juga Nani Darmaji dan Toni Darmaji selaku ahli waris dari Ucah.

” Tapi setelah ditelusuri, ternyata kepemilikan sertifikat mereka itu fiktif, karena BPN Kabupaten Bandung tidak pernah menerbitkan sertifikat atas lahan itu, termasuk mensplitnya menjadi beberapa sertifikat,” ujarnya.

Lili berharap, Pemkab Bandung segera turun tangan untuk membantu rakyat Parunghalang. Karena ujarnya, meskipun belum mengantongi ijin aktifitas PT ABK terus berlangsung. Bukan saja menggerus lahan garapan masyarakat, juga tempat tinggal warga.

Saat ini tercatat 32 KK yang ramahnya diseruduk buldozer. “Mereka dipaksa harus.pergi dari “tanah airnya” dengan uang pangusir Rp 3 juta untuk rumah dan Rp 1 juta untuk lahan pertanian,” jelasnya.

Selain itu, komplek perumahan yang dibangun ABK melanggar tata ruang, sebab lahan itu termasuk zona hijau yang peruntukannya untuk pertanian.

“Jadi bila terus dibiarkan, bukan saja merugikan warga Parunghalang tetapi juga para konsumen perumahan. Sebab, jangankan sertifika, akta jual beli (AJB) nya saja tidak akan muncul. Itu penipuan kan,” pungkasnya.(nk)