Sekretaris Komisi II DPRD Jabar : 1,8 dari SMI Tidak Semua Digunakan Untuk Penanganan Kesehatan Dan Pemulihan Ekonomi

PADA tahun 2020 lalu, Gubernur Jabar telah meminjam/ ngutang ke PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI)salah satu BUMN sebesar Rp.1,8 Triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).  Utang tersebuat harus dikembalikan dengan mencicil pokok dan bunganya melalui APBD Jabar.

Uang hasil ngutang dari PT.SMI tersebut, menurut Sekretaris Komisi II DPRD Jabar Yunandar R Eka Perwira, ternyata oleh Gubernur Jabar tidak hanya digunakan untuk penanganan Kesehatan akibat covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Jabar, tetapi ada juga digunakan untuk membangun Alun-alun, Destinasi wisata dan pusat kebudayaan dalam bentuk bantuan keuangan (bankeu) provinsi untuk kota/kabupaten (kota/kab).

Sejatinya utang daerah diperuntukkan guna mendorong recovery perekonomian yang terkontraksi cukup dalam akibat pandemic Covid-19. Itu sebabnya namanya: Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program dan kegiatannya pun sudah diarahkan pada program pemulihan ekonomi daerah (PED), bukan untuk yang lain-lain yang tidak ada kaitannya dengan PED.

“ Kan yang namanya pinjam uang karena butuh, untuk pemulihan ekonomi, tetapi uangnya diberikan ke kabupaten kota. Sementara Dinas-dinas  yang bergerak dalam perekonomian uangnya tidak dikasih. Ini kan aneh menurut saya ! Jadi sebenarnya butuh atau gak !”

Demikain dikatakan Sekretaris Komisi II DPRD Jabar Yunandar Eka Perwira,saat dimitai tanggapannya terkait pinjaman uang Rp.1,8 dari SMI  tidak semua digunakan untuk penanganan Kesehatan dan pemulihan ekonomi , Jum’at (5/2/2021).

Yunandar menambahkan, bahwa pembahasan pengajuan pinjaman itu tidak lewat DPRD, tidak ada kewajiban DPRD untuk pinjaman dari pusat, tetapi pertanggungjawaban atas cicilan  menjadi beban bagi APBD tiap tahunnya. Sehingga dalam setiap penyusunan anggaran (APBD) kita harus mengalokasi anggaran untuk mencicil pinjaman daerah buat bayar ke PT.SMI.

Lebih lanjut Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, sebelum disetujui dan ditekennya dana pinjaman tersebut, terlebih dahulu ditentukan peruntukannya, yaitu untuk penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi. Namun, dalam perjalannya setelaj dana pinjaman itu cair, malah sebagian digunakan untuk yang lain. Diantaranya, untuk  pusat kebudayaan di Kab. Sumedang yang runtuh atapnya, dan pusat kebudayaan di Subang yang disebut sebagai kandang burung. Itu dua-duanya dari Bantuan Keuangan (Bankeu)Provinsi.

Jadi terkait dua kasus di Sumedang (pusat kebudayaan) dan di Subang (Kandang burung) tersebut, kasus DED nya dibuat oleh CSR dikasih dari kita sudah jadi, uangnya dikasih ke Kab, Subang dan Sumedang, Ini kan aneh sekali. Kita butuh uang,  kita pinjam tetapi kok dikasih ke tetangga”, ujarnya heran.

Apakah DPRD Jabar mempunyai kewenangan mengawasi penggunaan dana bankeu ke Kokab ?.. Menurut Yanunadar, kita tidak ada kewenagan untuk mengawasi kegunaannya, tetapi kita berkoordinasi dengan DPRD Kab/kota yang menerima Bankeu Provinsi. Jadi kewenangannya ada di DPRD Kabupaten/ Kota, jelasnya.

Yunandar juga menambahkan, bahwa pada tahun 2021, Gubernur Jabar akan kembali ngutung dana PEN  dari PT. SMI sebesar Rp.2,2 triliun, sehingga total semuanya mencapai Rp.4 triliun. Utang tersebut memang tidak dikenai bunga. Jabar “hanya” dibebani biaya provisi 1% (Rp 40 miliar) dan biaya administrasi 0,185% (Rp 7,4 miliar). Dan harus lunas dalam jangka waktu 8 tahun.

Hal ini berarti, selama 8 tahun  dalam APBD Jabar akan muncul nomenklatur baru: Pengembalian Pinjaman Daerah (Utang). Sedangkan masa jabatan Ridwan Kamil tinggal sekitar 2 tahun lagi. Sehingga, menjadi warisan bagi warga Jabar, dan warisan untuk Gubernur serta DPRD Provinsi Jabar berikutnya, tandasnya. (***)