DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung tengah membahas empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). Yakni Raperda Minuman Keras dan UKM, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bandung tahun 2020 dan Raperda Ekonomi Kreatif ( ekraf).
Ekraf jelas Ketua Panitia Khusus (Pansus) lll, yang membahas Ekraf, Acep Ana, ekraf bebeda dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Raperda ekraf jelasnya, untuk.melindungi.pelaku.ekonomi secara inteleltual atau kreativitasnya.
Raperda teraebut mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang ekraf.. “Masyarakat memang tidak bisa membedakan mana ekraf dan mana KUKM. Secara definisi, ekraf adalah penambahan nilai kekayaan intelektual dalam sebuah kreativitas.
“Misalnya sampeu (singkong.red), dengan kreativitas bisa dijadikan bolu sampeu misalnya, itu kreativitas dan itu yang akan dilindungi oleh Peda ekraf. Kalau hanya menjual sampeunya saja itu bukan ekonomi kreatif,” kata Acep saat ditemui di Ruang Komisi A, DPRD Kabupaten Bandung, Senin (19/4/2021).
Hasil krativitas itu tuturnya, ada nilai eknomi dan secara intelektualnya itu harus dilindungi melalui undang-undang atau Perda. Karena itu hadirnya Perda ekraf Acep berharap, bisa melindungi para pelaku ekraf yang jumlahnya ribuan.
Acep Ana mengatakan, penyusunan raperda ekraf sudah masuk pada lima tahapan, yakni diawali ekspos tentang drafting raperda oleh pengusung Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten Bandung.
Kemudian melakukan studi banding mengenai ekraf ke sejumlah daerah. “Kita studi ke Jawa Tengah yang kebetulan di sana sudah ada Perda Nomor 5 tahun 2021, sehingga bagaimana implementasinya, apa yang kita bisa ambil yang terbaik untuk diterapkan di sini (Kabipaten Bandung),” ucapnya.
Kemudian, tutur anggota Fraksi PKB ini, Pansus III sudah melakukan koordinasi ke Tangerang Selatan juga ke badan ekraf di Jakarta yang sudah lebih dulu dibentuk oleh Presiden Jokowi.
“Itu semua dilakukan supaya Raperda ini kita bikin mendekati sempurna, dari hasil studi banding itu kita adop yang baiknya tentang faktor pelaku ekraf di sana,” ujarnya.
Acep mengungkapkan, dari hasil study banding ke beberapa daerah yang bisa diadop, diantaranya tentang inkobator pelaku ekraf. Kemudian permodalan dari sisi operasional para inkubator atau komite ekraf difasiltasi pedanaannya oleh APBD Provinsinya.
“Kita juga akan mengadop, akan memfasilitasi permodalam melalui APBD seperti di sana. Namun bukan berarti kita memberikan permodalan pada mereka, tapi bagaimana memberikan fasitas kemudahan untuk mendapatkan modal, pemerintah harus hadir di situ,” tuturnya.
Kemudian juga untuk mempermudah perijinan, jangan sampai dibuat ribed. “Seperti ketika kita datang ke Bojongsoang ada pelaku ekraf di sana yang menganggap ribed ketika kerjasama dengan supermarket, dengan persyaratan a, b, c, bahkan harus ke Jakarta dulu, dan sebaginya, kan secara invidu jadi kurang greget dengan pelayanan seperti itu. Akan tetapi bila hadir pemerintah bisa lain,” katanya.
Ke depan jelasnya, akan sibentuk badan atau komite.yang jelas suatu wadah bagi para pelaku ekraf. Apalagi.saat.para pelaku ekraf.dapat kesulitan di badan itulah.dibahasnya..(nk)