SEKELOMPOK warga dari Desa Jatiendah, Cilengkrang Kabupaten Bandung geruduk DPRD setempat. Kehadiran mereka didampingi LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia ( GMBI) distrik Kab. Bandung, Senin (31/5/2021) di Soreang.
Kelompok warga itu, bermaksud mengadukan proyek perumahan di Jatiendah yang meresahkan masyarakat. Kehadirannya, diterima Komisi C, DPRD Kabupaten Bandung.
Dalam Audiensi yang dipimpin Ketua Komisi C, Yanto Setianto didampingi anggota Agung Yansusan, warga mengaku takut dengan adanya proyek perumahan itu, karena berada di tebing tanah urug.
” Setiap hari saya dihantui rasa takut dan was-was tertimpa longsor dari tebing tanah urug,” jelas Seruni.(45) warga Jatiendah.
Perwakilan warga itu menututkan, di bawah tebing tanah urug itu merupakan perkampungan tempat tinggal warga Jatiendah. Selain itu jelas Seruni, tanah di tebing itu gembur yang jika terus digali hawatir longsor, apalagi saat ini sering turun hujan.
Soal perijinan proyek perumahan itu , dia tidak mengetahuinya dengan pasti. Yang jelas ucapnya, kedatangannya ke dewan berharap Pemerintah Kabupaten Bandung dan DPRD mau membantu permasalahan yang dihadapi masyarakat Jatiendah.
“Saya berharap pemerintah segera menertibkan proyek tersebut, agar warga yang tinggal di bawah tebing itu tidak hidup dalam ketakutan dan rasa was – was,” jelasnya.
Sementara Ketua GMBI Distrik Kabupaten Bandung, Suparman berharap DPRD segera turun tangan dan mengevaluasi perijinan yang dikantongi pihak developer. Hal ini demi kondusivitas lingkungan. Juga sebagai upaya penertiban dalam perolehan ijin membangun perumahan.
“Semoga saja audensi yang kami lakukan dapat segera diimplementasikan melalui kunjungan langsung ke lokasi, untuk melihat kondisi yang sebenarnya,” tegasnya.
Anggota Komisi C, Agung Yansusan menegaskan, ada lima hal yang menjadi sorotan Komisi C, yakni pembangunan yang tidak sesuai dengan site plan. Serta komitmen developer sangat buruk Akibatnya, pembangunan infrastruktur diperumahanan itu berdampak kurang baik bagi lingkungan sekitar.
Selain itu jelasnya, pengelolaan permukiman tidak partisipatif dengan masyarakat sekitar. Pelanggaran izin, baik terkait guna lahan maupun lainnya tidak tepat, kadang ada persoalan dari pembiayaan pembelian Perumahan untuk masyarakat miskin.
Persoalan lainnya jelas Agung, biasanya terjadi akibat perubahan aturan yang sering ditemuinya di Kabupaten Bandung.
“Bila kelima item tersebut dijadikan instrumen diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan, Insya Alloh akan terjadi sinersisitas antara pembangunan dan lingkungan disekitarnya,” katanya usai menerima audensi GMBI.
Juga mengenai lokasi pembangunan di Kelurahan Jatiendah, yang disebutkan ada kemiringan dan merupakan tanah urug, dijelaskan dia, tetap harus mendahulukan konsekuensi dari pelaksanaannya itu. Jangan sampai pada penyelenggaraannya akan merugikan masyarkat banyak. (nk)