Proyek Jalan ditolak Warga, bukti Minimnya Koordinasi antar OPD

WAKIL Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana, menjelaskan, selama ini koordinasi antar organisasi pemerintah daerah (OPD) di Pemkab Bandung nyaris tidak ada, sehingga wajar jika ada proyek pembangunan yang ditolak warga.

“Selama ini pembangunan jalan tidak disertai dengan saluran air atau drainase. Pernah di Ciparay mau dikerjakan tidak jadi karena ditolak warga, soalnya posisi jalan di atas rumah warga,” ujarnya di Soreang, Senin (15/8/2022).

Ketika hal itu erjadi, pilihannya jika tidak dibatalkan, pembangunannya diganti menjadi pemeliharaan alias hanya menambal bagian jalan yang rusak.

Menurut Tpni, dalam pengerjaan proyek, khususnya jalan, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dengan pihak terkait nyaris tidak ada. Akibatnya proyek tersebut selalu dikerjakan dua kali, pertama jalannya dulu lalu drainase.

“Idealnya sekaligus kan, jadi tidak ada kegiatan membongkar lagi jalan yang sudah dibangun. Tapi itu tadi kuncinya kan koordinasi, itu nampaknya tidak pernah dilakukan,” ujar.legislator Partai Nasdem ini.

Toni membenarkan, jika dewan suka menerima laporan soal perencanaan pembangunan, termasuk jalan. Pembahasan di komisi pun sifatnya gelondongan ( secara keseluruhan).

“Sulitnya begini, sekarang kita meminta ke dinas (calon CV dan calon lokasi), pembahasan di komisi gelondongan, tidak satu per satu kegiatan,” papar Toni.

“Asumsi kita satu paket pasti jalan ini pembangunan dengan drainase berbarengan,” tambahnya.

Toni mengaku, pengecekan pengerjaan jalan tergolong sulit karena banyaknya paket yang dikerjakan Dinas PUTR, namun pihaknya selalu siap meninjau pembangunan jika di salah satu titik ada keluhan atau laporan.

“Itu sekitar 500 sampai 600 paket, ujungnya kita rapat di komisi paling diamati 2 paket satu dapil,” imbuhnya.

Dikatakan Toni, dari proyek sekiranya 500 paket pembangunan infrastruktur dengan total anggaran mencapai Rp73 miliar, DPRD hanya bisa lakukan pengecekan 14 titik sebagai sample.

Dia menambahkan, sekiranya 500 paket proyek pembangunan yang dikerjakan Dinas PUTR itu dilakukan tak mencapai satu tahun, melainkan hanya 2 hingga 3 bulan pengerjaan.

“Kalau mau teknis, pengerjaan hotmix dengan nilai Rp100 sampai Rp200 juta itu satu hari beres, cuman pengawasan kualitas itulah yang jadi masalah,” pungkasnya. (nk).

dialogpublik.com