AGENDA seni Biennale sesi pertama yang dihadiri sejumlah seniman Kuningan di- gelar di saung Udhe Citangtu Kuningan, Minggu malam (25/04-2021) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Sangat disesalkan acara ini kurang mendapat respond positif dari pihak pemerintah daerah kabupaten Kuningan. Demikian Agung M Abul selaku pemandu acara menuturkan (27/4/2021).
Perhatian dan dukungan moril justru datang dari Dirjen Kebudayaan, Kanwil Pariwisata dan Kabudayaan Provinsi Jawa Barat, bahkan Taiwan.
Kekecewaan kami ketika mengajukan surat untuk presentasi Biennale kepada Bupati. Kami harus bolak balik ke Pemda Kuningan, namun justru sama sekali tidak ada respond padahal kegiatan ini merupakan sumbang pemikiran untuk Kuningan lebih maju .
Dalam acara Biennale ini kami mengundang Riki Muhammad Fauzian atau biasa disapa Bram. Dia adalah aktivis literasi dan Kebudayaan, yang menjadi salah satu seniman Kuningan Biennale “Niaga” 2021.
Berangkat dari ketertarikannya terhadap pijat, bram mencari kemungkinan baru dengan melihat persoalan pijat. Sejak Februari sampai sekarang, Bram sudah memulai project riset pijatnya untuk dikemas dan dipresentasikan pada 4 September di pameran utama Kuningan Biennale 2021 mendatang.
Pada Nga-Biennale kali ini Bram bercerita tentang proses menuju pengkaryaannya, Ia ingin melihat pengaruh pijat (massage) terhadap intensitas nyeri dalam aktivitas sehari-hari, terang Agung M. Abul dan Royadi sebagai pembawa acara.
Bagaimana pengaruh pijat terhadap masyarakat ? Dan apa hubungannya dengan “Niaga” sebagai tajuk Kuningan Biennale 2021 ?
Menurut Direktur pelaksana Maulana Prasolot menjelaskan bahwa, kegiatan Nga-Biennale adalah sesi ngobrol dan mendengarkan cerita dengan seniman Kuningan Biennale 2021 membahas tentang proses menuju pengkaryaan setelah melakukan riset dan penelitian. (H WAWAN JR)