Oublet : Ekosistem Kesenian Berhenti Total Pekerja Seni Merana

KEHIDUPAN para Pekerja Seni di tengah wabah Covid-19 yang saat ini melanda dunia, khususnya di Indonesia sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Akibat merebaknya Corona virus ini, para pekerja seni terdampak sangat signifikan bahkan lebih parah lagi ketika seluruh ekosistem kesenian berhenti total,  terutama pada program program pertunjukkan lintas seni.

Musisi seniman “Tabuhan Nusantara” Yusup Oeblet saat diwawancarai disela ‘lokck down’ Sabtu (18/4/2020) menuturkan, dampak ekosistem yang berhenti total bukan saja para pekerja seninya saja yang kehilangan pekerjaan para vendor penyedia kebutuhan untuk berbagai Kegiatan kesenian terhenti secara otomatis.

Tak ada satu bidang seni pun saat ini yang bisa hadir untuk merumahi keberlangsungan ekonomi para pekerja seni freelance, ungkap pemilik/pendiri Padepokan Seni “Bumi Seni Tarikkolot” di Desa Sukamukti Kecamatan Jalaksana  Kuningan Jawa Barat.

Siuasi dan kondisi sekarang akhirnya memaksa para pekerja seni untuk bekerja keras melihat peluang baru yang prakteknya tidak mudah di wujudkan.

Ini sebuah keadaan yang akan menjadi catatan penting bagi para pekerja seni, ternyata betapa rapuhnya tata kelola kesenian Kita, tandas musisi yang kerap keliling mancanegara membawa misi kesenian ‘Tabuhan Nusantara’.

“Harapan para seniman kedepan tentu ingin suasana kembali kondusif, tapi ini keadaan yang belum terprediksi sampai kapan ? Seperti contohnya pekerja seni Crew Sound, crew Light, crew Pangung rigging, Artis, crew Jenset, multimedia dll”, tutur dia.

Untuk kelangsungan hidupnya, mereka mengharapkan perhatian di masing-masing daerah atas peristiwa  yang terjadi dengan nasib para pekerja seni. Sejatinya para pekerja seni itu orang-orang yang mandiri, mereka siap dan sanggup bangkit dengan kekuatan kreatifnya.

Namun saat ini kita sedang menghadapi keadaan yang sangat memprihatinkan, situasi yang super tidak normal. Hal ini adalah bagian dari ekosistem kesenian  yang berhenti total. “Ketahanan para pekerja seni freelance, bisa di ukur kecuali yang memiliki ‘bisnis’ lain di luar kesenian”, ujar dia.

“Ini juga saatnya kita saling menguatkan antar lintas pekerja seni, saling peduli untuk bangkit bersama menghadapi wabah corona. Dengan saling peduli itulah kekuatan dan harapan dari para seniman.Kita tahu tak sedikit seniman berkelimpahan, tapi justru lebih banyak yang kekurangan”, ungkapnya.

Jadi perhatian saja tidak cukup, tetapi  harus ada aksi nyata dari para pimpinan daerah untuk mau melihat persoalan para pekerja seni ini dengan pendekatan dan tindakan yang menyeluruh.

Seniman apapun tradisi maupun non tradisi, harus punya hak yang sama untuk mendapat perhatian pihak-pihak yang berkepentingan.

Jangan sampai ujung tombak kebudayaan ini lanjut Oeblet, pada gilirannya kehilangan jati dirinya. Kehilangan kepercayaan diri pada bidang yang dihayatinya secara lahir batin.

Intinya semua elemen dalam lingkup ekosistem kesenian membutuhkan sikap yang mengayomi seluas-luasnya dari para penentu kebijakan terlebih pada kebutuhan dasarnya ditengah kehilangan semua mata pencaharian.

Pekerjaan kesenian lanjut dia, bukan type pekerjaan yang minta ‘di anak emaskan’, pekerja seni itu sejatinya orang orang tangguh dengan caranya masing-masing tapi saat ini tidak cukup dengan modal ketangguhan saja, terlebih jika perutnya tidak aman, pungkas Oublet seraya berharap agar situasi yang sulit ini bisa kembali pulih. (H WAWAN JR)