ONLINE Single Submission (OSS) upaya pemerintah memangkas birokrasi perizinan agar cepat, murah dan ada kepastian.Namun pelaksanaannya di daerah belum efektif, bahkan sebaliknya biaya pembuatan ijin lebih mahal dan lambat.
“Sebenarnya kebijakan pemerintah sudah bagus, masalahnya implementasi di lapangan belum efektif. Masih banyak tumpang tindih, akibatnya proses membuat ijin jadi lebih mahal dan lambat, “kata Ketua Indonesia Telekomunikasi INDOTELCO Aceng Agus Fani Firmansyah, Senin (18/2) di Markas INDOTELCO Cangkuang Kabupaten Bandung.
Jangankan OSS ujarnya, perijinan yang bersifat manual juga belum jelas terutama untuk perijinan bidang telekomunikasi, khususnya ijin mendirikan bangunan (IMB) menara..” Saya mengetahui ketidak jelasan ijin telekomunikasi, khusunya untuk menara itu dari teman- teman. Jadi ke depan sebaiknya ada sekat antara ijin yang harus OSS dan masih manual,” ungkapnya.
Agus menambahkan, dalam prakteknya OSS itu susah, jadi jika masih bisa manual untuk apa sistem online. Yang jelas dengan OSS proses ijin bukannya murah dan cepat malah sebaliknya lambat dan mahal.
Diberlakukannya OSS memiliki tujuan yang baik imbuhnya, karena dengan sistem yang terintegrasi dengan pusat akan mencegah terjadinya praktek politik uang yang dilakukan oknum pejabat. Sehingga birokrasi, terutama proses dalam pembuatan ijin di daerah jadi lebih baik, yang berdampak pada menurunnya prilaku korupsi dan kolusi.
“Itu tujuan dan keinginan, sebab kenyataan di lapangan masih banyak oknum ASN yang mempermainkan kebijakan. Itu terjadi hampir di setiap daerah mulai dari desa, kecamatan hingga Pemda atau dinas perijinannya,” papar Agus.
Dia berharap, dinas perijinan bisa memberikan kebijakan dan mempermudah proses ijin, khusus perijinan di bidang telekomunikasi.”Kami sebagai kontraktor di bidang jasa pengurusan ijin telekomunikasi merasa di rugikan, karena prosesnya lambat dan berbelit. Belum lagi biayanya membengkak, sebab ditambah dengan adanya dana rekomendasi di luar biaya retribusi,” jelasnya.
Kalau retribusi wajib dibayar oleh setiap pemohon ijin sebab itu aturan dan menjadi PAD yang masuk ke kas daerah. “Tetapi biaya rekomendasi itu tidak ada aturannya, kenyataan di lapangan justru lebih besar dari biaya retribusi. Itu sangat dikeluhkan oleh para pemohon ijin,” pungkasnya. (hen/bas).