MENCARI Ibu menjadi tema acara sharing diskusi bulanan MUNIO, yang saat ini menginjak periode ke-3. Antisipasi hujan, acara yang biasa berlangsung di halaman terbuka itu digelar di pendopo kampus Stikosa AWS, Jl. Nginden Intan Timur I/18 Surabaya, Kamis sore (12/12/2024).
Dua tokoh ibu yang bicara dalam acara ini antara lain, penulis & wartawan Heti Palestina dan Cicik Sri Rejeki dari Yayasan Gugah Nurani Indonesia.
Selain menyambut hari Ibu 22 Desember, tema ini dipilih dari kegelisahan atas fenomena komunikasi yang terjadi akhir-akhir ini yang berkaitan dengan sosok ibu. Dr Sukowidodo, dewan pengarah acara MUNIO, dalam pengantar sharing diskusi tersebut menyebut beberapa contoh. Antara lain, seorang oknum polisi yang membunuh ibunya dengan tabung gas. Lalu video penghinaan yang menimpa komedian Yati Pesek yang beberapa hari lalu viral di media sosial. Beberapa peristiwa itu diharapkan menjadi kajian dalam prespektif ilmu komunikasi.
Mengenai kegelisahan juga diungkap oleh Ketua Stikosa AWS, Dr Jokhanan Kristiyono. Ide Acara MUNIO timbul dari kegelisahan terhadap fenomena yang terjadi dari perspektif kajian Ilmu Komunikasi. Oleh karena timbul ide untuk membuka ajang diskusi yang bebas dari ikatan sekat-sekat ruang kuliah. Ia menceritakan pengalamannya saat mengajar di Stikosa AWS, khususnya di kelas malam. Ternyata diskusi seru justru terjadi di pendopo kampus usai jam kuliah.
“Sering beberapa mahasiswa menunggu saya di pendopo usai jam kuliah dan kita diskusi sampai jauh malam” ujarnya.
Heti Palestina mendorong para ibu untuk lebih berani muni atau bersuara. Menurutnya, lelaki dan wanita mempunyai hak yang sama. Jadi tidak perlu terlalu diistimewakan. Hal ini untuk memperkuat karakter perempuan. Pemerintah pun juga sudah memberi kesempatan yang luas bagi perempuan untuk berkembang. Secara pribadi ia bersimpati terhadap artis Prilly Latuconsina yang berani menyuarakan isi hatinya walaupun banyak di bully di sosial media.
Sedangkan Cicik Sri Rejeki berpendapat. Ibu mempunyai peran yang besar untuk menguatkan karakter anak sejak usia dini. Hal ini berdasakan pengalamannya sebagai aktivis perlindungan anak & perempuan. Dari berbagai kasus KDRT yang terjadi, jika ditarik ke belakang, ternyata bersumber dari pola asuh orangtua. Rata-rata pelaku KDRT pernah mengalami kekerasan sebelumnya.
“Seseorang tumbuh dewasa sangat erat hubungannya dengan bagaimana masa kecilnya dulu” ujarnya.
Hal ini dibenarkan oleh salah seorang peserta diskusi. Sebagai single mother, ia berpisah karena KDRT. Ternyata pelaku KDRT juga mengalami trauma kekerasan di masa kecilnya. Mahasiswi S2 Unair tersebut mengakui peran ibu sangat besar dalam mengantar kesuksesannya sekarang. Ia menceritakan, ibunya mempunyai rasa empati yang besar, setiap hari selalu bertanya keadaannya. Sehingga ketika ia dewasa, ia menjadi lebih terbuka dan lebih empati karena sudah terbiasa dari kecil.
“Seorang ibu Jika memainkan peranan dengan sungguh-sungguh maka akan menghasilkan generasi yang luar biasa” ujarnya.
Selain diskusi tentang Ibu, acara MUNIO ke-3 ini juga dilaksanakan penyerahan hadiah kepada pemenang Photography Competition bertema Kota Pahlawan, serta MC & Presenter Competition untuk siswa SMA/SMK. Kedua lomba tersebut diselenggarakan dalam rangkaian acara Dies Natalis ke-60 Stikosa AWS. (Redho)