Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Tolak Eksekusi PN Kuningan

MASYARAKAT Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan menyampaikan penolakan menjelang eksekusi perintah Pengadilan Negeri (PN) Kuningan, Jawa Barat, dengan Surat No W.11.U16/825/HK.02/4/2022, perihal pelaksanaan pencocokan atau constatering dan sita eksekusi tanah adat Mayasih.

Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Sunda Wiwitan, Juita Jatikusumah putri, mengatakan masyarakat AKUR menolak secara tegas dan tidak memberikan ruang dalam eksekusi lahan tanah adat Mayasih dalam surat bernomor 1/Pdt.Eks. /2022/ PN Kng Jo. Nomor 7/Pdt.G/2009 /Pn. Kng. saat diwawancarai awak media, Rabu (18/05/2022).

Penolakan itu tegas Juita, bahwa hakim telah keliru memahami objectum litis atau objek perkara dalam sengketa ini.

Atas kekeliruan dalam pertimbangan hukum majelis hakim tersebut sambung Juita, berdampak hilang dan terampasnya tanah milik adat sesuai yang diamanatkan leluhur yang seharusnya dijaga kelestariannya.

Juita menegaskan masyarakat AKUR Sunda Wiwitan bersikap, tanah adat Mayasih merupakan lahan warisan leluhur yang harus dikelola secara komunal adat dan bukan warisan milik pribadi.

Hal Ini berdasarkan pada beberapa dokumen penting yang dikeluarkan oleh Sesepuh terdahulu seperti, Pangeran Madrais Sadewa Alibasa dan Pangeran Tedjabuwana dengan memberikan hak pengelolaan aset tersebut kepada tokoh-tokoh masyarakat.

AKUR Sunda Wiwitan menyatakan hal tersebut tercatat dalam surat pernyataan pada tahun 1964 dan tahun 1975 oleh Pangeran Tedjabuwana.

Dalam pernyataan itu disebutkan Pangeran Tedjabuwana memberikan mandat pengelolaan aset-asetnya kepada tokoh-tokoh masyarakat. Lalu tokoh-tokoh itu mendirikan yayasan dan menyerahkan pengelolaan aset bersama tersebut kepada lembaga itu.

Dengan pengelolaan tinggalan Pangeran Madrais dan Pangeran Tedjabuwana oleh Yayasan maka pengelolaan aset tersebut, bukan milik orang per-orang atau pribadi melainkan sebagai aset komunal, dan ditindaklanjuti Yayasan Pendidikan Tri Mulya . (H. WAWAN JR)

dialogpublik.com