ANGGOTA Komisi C DPRD Kabupaten Bandung Toni Permana menilai, tingginya kasus Covid 19 di Kabupaten Bandung, selain kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes), kemungkinan diakibatkan limbah medis virus corona yang dibuang begitu saja.
Toni menilai, tidak menutup kemungiinan tingginya penyebaran Covid 19, salah satunya bersumber dari limbah bekas medis penanganan Covid 19.
Menurutnya, limbah medis, utamanya maskes sangat berbahaya dan rentan terhadap penyebaran virus corona. Selama ini dibuang begitu saja oleh masyarakat, belum ada penanganan khusus dan siapa yang bertanggungjawab untuk mengelolanya..
“Sekarang siapa yang bertanggung jawab atas limbah medis tersebut, padahal limbah tersebut sangat berbahaya, sama dengan limbah B3,” kata Toni di Ruang Fraksi Nasdem, Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, Jawa Barat, Jumat (5/2)
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung sekitar 3, 7 juta jiwa, berapa ratus kubik masker yang dibuang masyarakat per harinya.
“Saya saja pakai masker, tiap hari ganti, kalau dikali 3 juta warga sudah berapa kubik sampah yang dihasilkan, kebayang kan, itu dari masker saja belum sampah barang medis lainnya,” katanya.
Anggota Komisi C ini menuturkan, selama ini limbah medis Covid luput dari perhatian pemerintah, khususnya Gugus Tugas penanganan Covid 19. Selama ini Gugus Tugas asik dalam upaya pencegahan, tapi tidak terpikirkan solusi penanganan limbahnya.
Begitu juga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, dinilai Toni, belum ada upaya untuk menangani limbah berbahaya itu.
Karena itu harapnya, pihak berkopeten, khususnya Gugus Tugas Penaganan Covid 19 dan DLH harus berupaya bagaimana memikirkan pengelolaan secara khusus terhadap sampah medis itu
“Bukan masalah anggaran, selama ini dana untuk penanganan Covid itu sangat besar, tapi upaya pengelolaan yang benar bagaimana dan memang Gugus Tugas harus terlibat didalamnya,” kata Toni.
Dia berharap, pihak berkopeten termasuk Gugus Tugas dan DLH memberikan sosialisasi, pemyadaran yang masif terhadap masyarakat dalam membuang sampah medis, diantaranya masker.
“Terkait penyadaran terhadap masyarakat juga sangat kurang. Ya sampai hari ini di masyarakat memposisikan masker itu kaya sampah biasa, padahal itu berbeda dengan sampah lainnya,” ucap Toni.
Oleh karenanya, kata Toni, perlu ada kampanye khusus bahwa masker bekas atau limbah medis lainnya, pembuangannya harus diperlakukan secara khusus. Dia
menyarankan, agar limbah atau sampah medis itu dimusnahkan, karena berbahaya bagi kesehatan.
Sementara Pj Sekda Kabupaten Bandung, Tisna Umaran mengatakan, upaya penanganan masalah limbah tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan anggaran, tapi juga dengan perilaku masyarakatnya itu sendiri.
“Sebetulnya dari perilaku kita. Jadi sampah itu tidak harus dianggarkan, tapi bagaimana dikelola di keluarga. Kalau saya sendiri dirumah sudah dua tempat, yang organik dan tidak organik. Misalnya sampah masker bisa dikelola dengan cara dibakar,” ujarnya.
Oleh karena itu, Tisna menekankan pentingnya sosialisasi tentang penanganan sampah, misalnya masker bekas. Apalagi, kesadaran masyarakat untuk mengelola masker bekas, masih harus diedukasi.
“Jangankan membuang atau mengolah, memakai masker saja, masih perlu diberikan sosialisasi secara terus menerus,” katanya.
Terkait anggaran untuk penanganan limbah medis, kata Tisna, belum ada. Apalagi, anggaran untuk kegiatan operasional seperti penegakkan disiplin juga masih kurang. Ada penambahan dana sebesar Rp200 juta, yang diperuntukkan untuk Satpol PP, Polresta Bandung, Kodim 0624 Kabupaten Bandung dan juga untuk tim gugus tugas pencegahan Covid 19 ditingkat kecamatan.
“Limbah vaksin, ada instalasi pengelolaan limbahnya di Dinas Kesehatan. Nah yang di masyarakat, kita menghimbau jadi masker bisa dipakai tiga kali, dalam artian dicuci dan direndam. Jadi begitu pulang, semua dikumpulin, kemudian di rendam dengan air biasa, lalu di gantung dan di setrika, bisa pakai lagi sampai tiga kali. Setelah itu dipotong takutnya nanti dipakai sama yang lain,” tutur Tisna. (nk)