DAMPAK pandemi Corona Virus Disease (Covid) 19 seluruh lini kehidupan hancur, tidak hanya bidang kuliner dan fashion, tetapi juga pariwisata termasuk wisata air atau tirta.
Seperti dikatakan Pengelola Victory Watèrpark Sadu, Soreang, Kabupaten Bandung, Doni sejak adanya wabah mendunia itu usahanya anjlok. Omsetnya terus merosot, kini tinggal 20 persenan.
“Pandemi ini pengaruhnya cukup besar, sekarang ini pendapatan bisa menutup biaya operasional saja sudah syukur. Tapi seseringnya minim, akhirnya ditutupi dana pribadi,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (18/5/2021) di Sadu, Soreang.
Selain weekend, Libur lebaran merupakan massa panennya buat Doni, namun gara-gara pandemi kesempatan emas itu lenyap. Dari target penghasilan 500 juta, kenyataannya 10 persen saja belum diraih.
Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah yang menutup kolam renang, hapus sudah harapan Doni mengais rejeki dari usaha tirtanya.
“Libur lebaran itu masa panen buat kami. Sebenarnya, waktu Gubernur bilang tidak boleh mudik, tapi wisata dipersilakan angin surga buat kami. Saat itu saya langsung mempersiapkan segalanya, buat menghadapi libur lebaran, tapi buktinya kebijakan dadakan wajib ditutup,” lirihnya.
Doni menjelaskan, sejak diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala.Besar (PSBB) waterpark Sadu sudah membatasi jumlah pengunjung, hingga 50 % dari kapasitas 2000 orang.
Tetapi sejak pandemi wisatawan yang datang tidak lebih darj.100 orang dan sering kurang. Seperti waktu Kamis (13/5), pengunjung tidak lebih dari 30 orang. Puncaknya pada Sabtu kemarin,tapi lagi-lagi karena pandemi kolam renang harus ditutup.
Padahal waterpark Sadu sudah menerapkan protokol kesehatan super ketat, selain wajib masker, cuci tangan pake sabun juga wajib jaga jarak. Pengelola tidak segan segan untuk menolak wisatawan yang masuk tanpa pake masker.
” Kita engga mau terima wisatawan yang tidak memakai masker. selain itu di waterpark Sadu kan wahananya cukup banyak, bahkan ada tenpat selfie dan saung-saung untuk istirahat. Jadi kita sebagai pengelola selalu mengingatkan agar tidak berkerumun. Bahkan kolam arus tidak diaktifkab, menjaga terjadinya kerumunan,” jelasnya,
Menurut Doni, jika tidak ada kebijakan pemerintahan bagi usaha tirta, mungkin usahanya akan ditutup sebab sudah tidak menguntungkan.
“Biaya operasional, seperti biaya listrik, gaji pegawai dan lainnya tiap buĺan tidak bisa menunggu. Belum cicilan bank yang dengan kondisi sekarang tidak mungkin terbayar. Jadi langkah terakhir, jika tidak ada kebijakan lain dari pemerintah, kita tutup atau dijual saja,” tandasnya.
Doni menjelaskan, kesehatan masyarakat sangat penting tetapi roda perekonomian harus tetap.bergulir. Jadi aturan yang dikeluarkan pemerintah jangan tumpang tindih, harus konsekwen. Awalnya kan wisata dibolehkan, termasuk kolam renang boleh buka.
” Namun sekarang ujug – ujug kami harus tutup, yang dibolehkan hanya kolam rendaman. Kebijakan itu sangat merugikan, padahal berenang di kolam seperti ini sangat safety, kita ada klorinnya yang bisa membunuh kuman termasuk virus. Yang ditakutkan kan dropletnya, itu sudah mati sama klorin,” paparnya.
Jadi harap Doni, pemerintah harus konsekwen dengan kebijakannya. Awalnya wisata tirta dipersilakan untuk buka, seharusnya tidak dirubah tentu dengan persyaratan prokesnya. (nk)