KETUA Komisi V DPRD Jabar Dadang Kurniawan menerima Perwakilan pansiunan karyawan PT.PTPN VIII yang tergabung dalam wadah FKPPN yang datang ke Gedung DPRD Jawa Barat, Rabu (2/12/2020).
Dadang Kurniawan mempersilakan juru bicara dari FKPPN untuk menyampaikan aspirasinya, karena disini hadir juga Direktur PTNPN VIII Mohammad Yudayat, Kadisnakertrans Jabar Taufik Rahmat Garsadi dan juga ada anggota DPRD Jabar.
“Silakan siapa yang menjadi juru bicara dari FKPPN untuk menyampaikan aspirasinya ? ”, ujar Dadang.
Ketua Forum Komunikasi Purnakarya Perkebunan Nusantara (FKPPN) Jabar Banten Eeng Sumarna, mengatakan, sebanyak 3.400 pensiunan PT PTPN VIII belum mendapat Santunan Hari Tua (SHT) atau pesangon, padahal mereka sudah empat tahun tidak bekerja di perusahaan itu.
“Untuk itu, kedatangan kami ini menyampaikan aspirasi dan minta dukungan Komisi V DPRD jabar, Ada 3400 pensiunan PTPN VIII yang belum dibayarkan uang pesangon atau SHT-nya. Kami sudah memperjuangkan hak-hak SHT sudah sudah empat tahun. Untuk, dengan pertemuan di Komisi V DPRD Jabar kali , kami menghendaki persoalan selesai”, ujar Eeng.
“Terus terang kami ini para pensiunan sudah capek bertahun-tahun menunggu cairnya uang pesangon Selama itu pula, katanya, para pensiunan bertahan hidup dengan berbagai cara. “Kami bahkan banyak yang hidup berhutang terus sambil menunggu uang pesangon atau SHT cair. Namun bertahun-tahun tak pernah dibayarkan,” katanya.
Eeng meminta PTPN VIII segera mencairkan hak pensiunan tersebut. Ia mengusulkan agar PTPN melakukan pinjaman terlebih dahulu dan uangnya dibayarkan untuk membayar pesangon para pensiunan tersebut. “Bagi PTPN VIII uang Rp 268 Miliar mungkin bukan hal besar, karena asetnya sangat banyak dan kinerja perusahaan dan produksinya pun mengalami peningkatan,” kata Eeng.
Menanggapi hal itu, Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat mengatakan, PTPN VIII akan membayarkan hak pensiunan. Ia mengaku adanya kewajiban yang belum dibayarkan kepada pensiunan PTPN VIII sebesar Rp 268 miliar.
Namun, katanya, kinerja PTPN VIII saat ini sedang mengalami kolaps karena semakin berkurangnya pendapatan dari produksi perkebunan.
Ia menyebut, hasil perkebunan teh memang mengalami peningkatan namun dari sisi penjualan mengalami penurunan. Produksi teh yang tinggi, katanya, tidak bisa dikonversikan dengan pendapatan keuangan yang tinggi pula, karena menurunnya nilai jual teh.
Hal ini, katanya, karena adanya impor teh yang masuk ke dalam negeri, sementara tidak ada proteksi terhadap produksi teh dalam negeri. Di sisi lain, katanya, teh impor masuk dan berhasil mengungguli kualitas teh produksi PTPN.
“Secara keuangan dan secara keseluruhan, kinerja kita sedang berat sekali. Gaji karyawan juga saat ini sudah tidak menentu. Pendapatan kita terus menurun, pada 2018 sebesar Rp 1,65 triliun, pada 2020 ini menjadi Rp 1,2 triliun,” kata Yudayat.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan upaya-upaya penyelamatan agar perusahaan tidak tutup. Ia menyebut sejak 2017 PTPN VIII terus mengalami kerugian, bahkan di tahun 2021 nanti pun diprediksi mengalami kerugian pula.
Yudayat mengatakan, untuk menutupi defisit PTPN VIII melakukan pinjaman-pinjaman. Namun, pinjaman ini terus menjadi beban dan saat ini sudah bisa mendapatkan pinjaman. Upaya lain yang akan dilakukan adalah melakukan penjualan aset, namun untuk melakukan hal ini ada prosedur dan tahapannya. “Ini sedang kita usulkan, dan ini bukan perkara mudah. Namun kami sedang usulkan untuk penjualan aset ini,” kata Yudayat lagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Taufik Rahmat Garsadi mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi perselisihan industrian terkait masalah pensiunan PTPN VIII ini. Ia meminta para pensiunan mengirim surat untuk diproses perselisihannya. “Kami siap memfasilitasi penyelesaian masalah ini,” kata Taufik. (***)