SEBAGAI upaya optimalisasi pelaksanaan jaminan sosial bagi tenaga kerja, pemerintah terus menyosialisasikan terkait Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini, dihadiri Sekretaris Daerah Kota Bandung, Dharmawan di Hotel Aryaduta, Senin 16 Desember 2024.
Plh Asisten Daerah Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Jawa Barat, Dodo Suhendar mengatakan, sosialisasi ini menjadi sarana untuk sharing informasi dan pemecahan solusi terkait pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga pembahasan pada agenda ini bagaimana untu meningkatkan perlindungan ketenagakerjaan bagi masyarakat-masyarakat yang rentan miskin dan miskin.
Dodo berharap, setiap daerah dapat meningkatkan perlindungan pada tenaga kerja, terutama dengan pekerjaan yang memiliki resiko kecelakaan kerja
“Pemerintahan dan swasta harus berkolaborasi agar tingkat perlindungan tenaga kerja Jawa Barat tetap ada jaminan bekerja dengan tenang,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Kejati Jawa Barat, Katarina Endang Sarwestri mengapresiasi kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan wilayah 1 Jawa Barat dengan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi dengan metode FGD.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, tujuannya adalah untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja, mengurangi resiko kerja, memberikan perlindungan finansial, serta meningkatkan produktivitas dan motivasi tenaga kerja,” tuturnya.
Menurutnya, dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, negara hadir dengan melahirkan Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
“Inpres telah menginstruksikan kepada 24 Kementerian dan Lembaga, antara lain Kejaksaan Agung, para Gubernur, para Bupati, dan Walikota mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial Ketenagakerjaan,” bebernya.
Terkait pendanaan, ungkapnya, untuk optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial Ketenagakerjaan dibebankan pada APBN, APBD, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sasaran penerima manfaat sebagaimana diatur dalam peraturan dalam negeri yang mengatur tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disusun setiap tahun,” jelasnya.
Dalam Inpres tersebut, Presiden mengintruksikan kepada Bupati Wali Kota di antaranya:
1. Menyusun dan menetapkan regulasi serta mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di wilayahnya
2. Mengambil langkah-langkah agar seluruh pekerja baik penerima upah maupun bukan penerima upah termasuk pegawai pemerintah dengan status Non Aparatur Sipil Negara, dan penyelanggara pemilu di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
3. Mendorong Komisaris/ Pengawas, Direksi, dan pegawai dari Badan Usaha Milik Daerah beserta anak perusahaannya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
4. Melakukan upaya agar seluruh Pelayanan Terpadu Satu Pintu/ Pelayanan Administrasi Terpadu Kabupaten mensyaratkan kepesertaan aktif program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai salah satu kelengkapan dokumen pengurusan izin.(*)