KEPALA Dinas Pertanian (Kadistan) Kabupaten Bandung Ir. H. A. Tisna Umaran menjelaskan, dari 27.595 ha di Kabupaten Bandung, sekitar 25 ha atau 0,09% diantaranya kekeringan.
“Dari 25 ha sawah yang terdampak, 20 ha kondisinya rusak ringan dan 5 ha rusak sedang. Lokasinya di Kecamatan Cikancung, Nagreg, Solokanjeruk, Baleendah, Arjasari dan Kecamatan Cileunyi. Sedangkan lahan yang terancam mengalami kekeringan yaitu seluas 557 Ha, atau sekitar 2%,” ujar Kadistan didampingi Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Distan Ir. Yayan Agustian, di komplek Pemkab Bandung, Soreang, Rabu (3/7/2019).
Untuk mengantisipasi meluasnya dampak kekeringan, pihaknya berupaya dengan mobilisasi pompa air dan mengimbau kepada para petani untuk membuat sumur pantek. “Kami telah melakukan mobilisasi pompa air dari Brigade Alsintan Sabilulungan (BAS), ke wilayah yang memiliki sumber air untuk dipompa. Selain itu, kami juga meminta para petani untuk membuat sumur pantek atau sumur dangkal,” papar Tisna.
Sementara Seretaris daerah (Sekda) Kabupaten Bansung, H Teddy Kusdiana mengatakan, berdasarkan surat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tentang informasi prakiraan cuaca menjelang muslim kemarau 2019, mengimbau para camat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi musim kemarau.
“Setiap daerah perlu meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi kekeringan dan bahaya kebakaran, terutama saat puncak musim kemarau yang diperkiraan terjadi pada bulan Agustus hingga September,” ucap Sekda yang juga selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung.
Musim kemarau di Indonesia, terjadi sejak April di 79 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 23,1% wilayah, pada bulan Mei terjadi di 99 ZOM (28,1%) dan di bulan Juni di 96 ZOM (28,1%). Pada puncaknya di bulan Agustus, diperkirakan terjadi di 342 ZOM atau 68,1% wilayah Indonesia.
Pada musim kemarau tahun ini, masih perkiraan BMKG, tidak terdapat gangguan iklim skala global. El Nino, La Nina dan Dipole Mode sampai bulan November, diperkirakan normal.
Untuk mengantisipasi bencana kekeringan tambahnya, selain meningkatkan kesiapsiagaan, pemerintah kecamatan juga diinstruksikan untuk mengirimkan laporan secara tertulis dan diserahkan selambat-lambatnya pada bulan Agustus 2019.
“BPBD akan merekap setiap laporan yang masuk, terutama terkait kekeringan ini. Format laporannya seperti apa, itu sudah ada blankonya. Jadi pihak kecamatan tinggal mengisi data sesuai fakta di lapangan, lalu mengirimkannya melalui fax atau e-mail,” tuturnya.
Dia menjelaskan, BPBD telah melakukan upaya-upaya antisipasi, antara lain mempersiapkan kendaraan tanki air dan khusus untuk wilayah yang memiliki potensi sumber air, juga disiapkan pompa air berukuran 6 inci. Personil pun terus siap siaga melakukan monitoring dan pemantauan rutin, di setiap wilayah yang berpotensi terdampak kekeringan.
Selain itu juga terus berkoordinasi dengan beberapa Perangkat Daerah (PD) dan instansi terkait. Di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pemadam Kebakaran (Diskar), Dinas Pertanian (Distan), Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan), Palang Merah Indonesia (PMI) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
“Terutama dengan Distan dan Disperkimtan, karena Kabupaten Bandung merupakan penopang Provinsi Jawa Barat (Jabar) sebagai andalan nasional di bidang pertanian. Sumber air di Kabupaten Bandung sangat melimpah, terutama di musim penghujan. Tapi saat kemarau malah kekeringan, maka dari itu manajemen air harus baik untuk mempertahankan kualitas pertanian,” tambah Teddy. (nk/hen).