SEORANG siswa SD di Pemeungpeuk, Kabupaten Bandung diduga jadi korban bully yang dilakukan teman – teman sekolahnya. Akibatnya, kini korban tidak mau masuk sekolah.
Perbuatan itu dibernarkan orang tua korban, Nania. Bahkan, dirinya telah melaporkan dugaan bullying tersebut, ke pihak sekolah dan UPTD perlindungan anak dan perempuan (PPA) Kabupaten Bandung.
“Dugaan pembullyan itu awalnya terjadi pada 7 Agustus lalu, saat itu anak saya dikatain kafir, karena potongan rambutnya ada satu garis di kana dan kiri,” jelasnya saat dimonfirmasi melalui telpon, Jumat (8/9/2023).
Menurutnya, pembullyan verbal itu diduga dilatarbelakangi oleh model rambut korban yang memiliki garis, sehingga Nania mengajak korban untuk merapihkan kembali potongan rambutnya.
Namun hal itu tidak membuat para pelaku berhenti membully korban. Selain masih dikatakann kafir, korban pun dibully secara fisik.
Puncaknya pada 8 Agustus kemarin, korban diserang oleh sembilan temannya.
“Ada yang melempar kepalanya dengan botol air, dada dan perutnya dipukuli, punggung didorong hingga baju korban pun dicorat-coret. Itu
dilakukan di ruang kelas saat tidak ada guru,” ujarnya.
“Bagian vitalnya juga ditendang berkali-kali. Kedua tangan korban dipegangi, diangkat ke atas kemudian diturunkan ke bawah, lalu ada yang menutupi kepalanya dengan tempat sampah,” tuturnya.
Nania mengaku, dirinya telah melaporkan dugaan pembullyan itu pada wali kelas korban, dia berjanji akan memanggil para terduga pelaku pembullyan beserta orang tuanya.
Namun, hal itu tidak terealisasi karena kepala sekolah mencegahnya. “Seminggu kemudian kami mendatangi sekolah, karena para pelaku masih melakukan pembullyan, ada yang masih suka nendang dan mukul,” ungkapnya.
“Saya menghadap kepala sekolah, namun tanggapannya kurang bijak. Kepala sekolah bilang bahwa ini adalah kenakalan biasa anak-anak dan bukan bully,” jelasnya.
Mendengar jawaban itu,.Nania menyimpulkan jika pihak sekolah ingin menutupi dugaan pembullyan itu secara sepihak.
“Padahal para pelaku sudah mengakui, alasan melakukan pembullyan karena model rambut korban disebit,” ucapnya.
Nania mengatakan, setelah mengalami dugaan pembullyan itu, korban enggan masuk sekolah. Oleh karena itu, sebagai orang tua, dirinya mendatamgi UPTD PPA meminta mediasi dengan para orang tua pelaku.
“Yang datang hanya tujuh orang tua pelaku, sementara dua orang tua lainnya tidak hadir. Mereka sudah meminta maaf secara lisan kepada kami dan sepakat untuk membuat surat pernyataan diatas materai,” jelasnya.
Selain itu, Nania minta agar pihak sekolah meminta maaf.”Kepala sekolah seharusnga sedikit rendah hati dan meminta maaf, sudah selesai sebenarnya,” ujar Nania menutup telponnya.
Saat dimonfirmasi, Kepala UPTD PPA Kabupaten Bandung, Aang Koswara membenarkan adanya pengaduan dari orang tua yang anaknya diduga jadi korban bully.
“Orang tua korban sudah melaporkan, dan saat ini sudah ditangani oleh Peksos dan Kuasa Hukum yang di tunjuk dari UPTD, tinggal nanti di lihat perkembangannya,” ungkap Aang.
“Sebenarnya, kami sudah memediasi antara pelapor dan yang dilaporkan. Bahkan kami merencanakan untuk memberikan edukasi dan sosialisasi pada pihak sekolah dan orang tua murid, tentang pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah,” sambungnya.
“Kami pun mengimbau, jangan sampai terjadi lagi bullying di sekolah atau di manapun. Pihak sekolah harus bisa mengontrol murid-muridnya, agar mengetahui mana yang bermain dan mana yang pembullyan,” tandasnya. (nk)