DPRD berharap Pedagang Pasar Banjaran menang di PTUN, Osin ; Pemkab.Bandung harus Transparan

DPRD Kabupaten Bandung berharap, Pengadilan tata usaha negara (PTUN) mengabulkan gugatan pedagang terhadap SK Bupati Bandung, tentang revitalisasi Pasar Banjaran.

“Kami berharap pedagang menang di PTUN, agar rencana revitalisasi Pasar Banjaran kembali ke awal, dan SK Bupati pun harus dikaji ulang,” jelas Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Osin Permana saat dihubungi lewat telpon, Kamis (25/5/2023) pagi.

Sebelumnya di infokan, warga Pasar Banjaran menggugat SK Bupati Bandung, tentang kebijakannya soal revitalisasi pasar.

Osin berharap, jika gugatan warga pasar dikabulkan, sebaiknya dinas perdagangan dan industri (Disdagin) membangun kembali komunikasi yang.baik dengan warga pasar.

“Mulailah bicara dari hati ke hati , supaya tujuan revitalisasi pasar itu untuk kesejahteraan warga pasar dan untuk kebaikan masyarakat sekitar pasar,” ujar Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung ini.

Prinsipnya ujar mantan Ketua KPU Kabupaten Bandung ini, ada kesepatan terlebih dahulu antara Pemda dengan warga pasar, mulai dari perencanaan, dimulainya pembangunan serta adanya negosiasi harga kios.

“Harus ada perencanaan, perijinanya jangan asal bangun saja,” tuturnya.

Dia menjelaskan, terkait revitalisasi Pasar Banjaran, Pemkab Bandung itu terburu – buru. Kesepakatan dengan warga pasar dan komunikasi soal harga kios tidak dilalui, sehingga para pedagang merasa keberatan.

“Memang rencananya sudah lama, sebelum saya masuk komisi B itu sudah ada,” jelasnya.

“Hanya prosedurnya harus diperbaiki dan harus transparan. Kita di dewan tidak tahu site plannya gimana, kapan lelangnya dan berapa nilai keuntungan buat Pemda. Seharusnya ada keterbukaan informasi,” imbuhnya.

Sementara, Osin membenarkan, jika perwakilan pedagang Pasar Banjaran mendatangi DPRD, kemarin. Kehadirannya diterima Ketua Fraksi Demokrat, NasDem, PKS, Golkar dan PAN.

Saat itu pedagang mengeluhkan mahalnya. harga kios serta sikap pengembang yang mengharuskan pedagang mengosongkan pasar dan pindah ke pasar darurat.

Padahal proses hukum masih berlangsung, seharusnya seluruh pihak, termasuk pengembang menghormatinya.Untuk itu dewan meminta, sebelum inkrah jangan ada kegiatan pembangunan.

Selain itu legislator Partai Demokrat ini, meragukan bonafiditas perusahaan yang akan merevitalisasi pasar tersebut. Karena berdasarkan pengakuan warga pasar, sebelum pembangunan pedagang wajib bayar uang muka 10 persen dari harga kios, senilai Rp 20 juta per meter.

Saat pembangunan berjalan, pedagang juga wajib.menyicil 30 persennya. ” Kalau seperti itu, berarti pembangunan pasar biayanya dari para pedagang,” jelasnya.

“Dengan 40 % dana yang disetorkan para pedagang, pembangunan pasar bisa selesai. Jadi dimana bonafiditas pengembangnya,” imbuh Osin.

Dia menegaskan, jika revitalisasi itu untuk keuntungan pengembang, pedagangnya dapat apa. Jangan sampai peristiwa di Pasar Soreang, pedagang wajib menyicil kios yang harganya selangit, sementara pertumbuhan ekonomi kita tidak sedang baik – baik saja dan omzet pedagang sedang turun.

Selain itu harus ada jaminan asuransi, jangan seperti Pasar Majalaya pengebangnya tidak bertanggunjawab, kabur dan uang pedagang hilang begiti saja.

Untuk itu jelasnya, dalam pembangunan yang melibatkan pihak ke tiga bonafiditas perusahaan wajib jadi pertimbangan.

Politisi.Demokrat ini menjelaskan, pada prinsipnya DPRD setuju revitalisasi agar menjadi pasar sehat, nyaman dan konsumen mau datang ke pasar. Dampaknya, meningkatkan kesejahteraan pedagang dan masyarakat sekitar.

” Kita setuju revitalisasi, tetapi harus melalui prosedur dan mekanisme yang sesuai dengan aturan,” tuturnya.

Mekanismenya, dibuat kesepakatan yang komprehensif antara Pemda dengan warga pasar, mengenai perencanaan revitalisasi yang bagus.

Kemudian negosiasi soal kontruksi, bentuk rancang bangunya harus ada kesepakatan antara Pemda dengan warga pasar. Negosiasi harga yang proppsipnal, artinya tidak terlalu memberatakan tetapi ada keuntungan bagi pengembang.(nk).