Diduga Ada Rekayasa dan Fitnah Dibalik Penahanan Tersangka Mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang

KOMISI Pemberantasan Kompsi (KPK) telah melakukan penahanan terhadap Bartholomeus Toto, mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk. Toto diduga KPK telah memberikan gratifikasi sebesar Rp. 10,5 Milyar kepada mantan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, untuk memuluskan perijinan mega proyek Meikarta.

Pengacara Bartholomeus Toto, Supriyadi, SH, MH mengatakan, “Kami sangat menyesalkan penahanan terhadap klien kami. Klien kami selama ini kooperatif, namun KPK bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaan superbody”.

Lebih jauh Supriadi menjelaskan “Penetapan Tersangka atas klien kami sama sekali tidak berdasar dan dipaksakan. Kami tidak mau menduga atau menuduh pihak manapun yang terlibat, namun jelas ada indikasi rekayasa dan fitnah. Klien kami sebagai pribadi maupun sewaktu masih menjabat sebagai Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk, tidak memiliki peranan dalam rangkaian peristiwa gratifikasi Meikarta.” Hal tersebut disampaikanya pada jumpa pers di Cafe Pawon Pitoe, Jl. Bungur No. 1, Bandung, Jumat malam (22/11/2019)

“Sebagaimana yang telah dilansir oleh media massa nasional, Toto diduga oleh KPK telah memberikan gratifikasi sebesar Rp. 10,5 Mi1yar berdasarkan pengakuan dari Edi Dwi Soesianto, Kepala Divisi Land & Permit PT Lippo Cikarang Tbk, Namun sebaIiknya pada tanggal 10 September 2019, Toto telah melaporkan Edi Dwi Soesianto (“EDS”) kepada Polrestabes Bandung atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik”, ujarnya.

Supriyadi menegaskan “Kalau klien kami benar telah memberikan uang Rp. 10,5 Milyar sesuai pengakuan EDS, tentu tidak akan berani melaporkan ke polisi”. “Malahan kami memiliki petunjuk bahwa tuduhan EDS terhadap klien kami tersebut ada pihak yang merekayasa”, tambah Supriyadi.

Kasus penahanan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk. ini menjadi semakin menarik. Menindaklanjuti pengaduan dari Toto terhadap Edi Dwi Soesianto, Polrestabes Bandung telah melakukan penyidikan, dan menemukan bukti bahwa diduga telah terjadi tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik, atas tuduhan telah memberikan uang suap sebesar RP10:5 Milyar untuk IPPT Meikarta melalui Surat Nomor B/3479/XI/2019/Reskrim tertanggal 12 November 2019.

“Klien kami tidak mau berspekulasi atau menuduh siapapun dalam hal ini. Dia (Bartholomew Toto- red) hanya ingin membersihkan nama dari fitnah Edi Dwi Soesianto”. “Masalah ada indikasi rekayasa dan ada pihak atau oknum yang memaksakan agar klien kami dinyatakan bersalah, biar nanti kita buka semua saja di pengadilan dan publik yang dapat menilai sendiri”. pungkas Supriyadi. (***)

dialogpublik.com