BUPATI Bandung H. Dadang M. Naser meresmikan Gedung Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) Sabilulungan di Soreang. Gedung yang menelan dana Rp 7,8 miliar sempat terbakara beberapa waktu lalu.
“Alhamdulillah, hari ini kita meresmikan Gedung Pusat Layanan Rujukan Terpadu Penanganan Kemiskinan Sabilulungan. Penanganan kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya, berjenjang dari puskesos (pusat kesejahteraan sosial) di tingkat desa dan kecamatan serta dikoordinasikan di tingkat kabupaten, di gedung baru ini,” ungkap Dadang waktu peresmian gedung SLRT Sabilulungan, Senin (18/1/2021).
Dengan adanya SLRT, dirinya berharap tidak ada lagi warga miskin yang tidak sekolah, kelaparan atau tidak dilayani di rumah sakit. “Gedung yang cukup representatif untuk seluruh layanan kemiskinan. Ini berkolaborasi dengan berbagai perangkat daerah, baik masalah administrasi kependudukan, pendidikan, kesehatan, termasuk dengan DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa). Karena untuk operasional puskesos ada anggaran yang dititipkan melalui ADPD (Anggaran Dana Perimbangan Desa),” terangnya.
Ia pun mengapresiasi, jajaran Dinas Sosial (Dinsos) bersama seluruh komponen pilar sosial yang tersebar di 270 desa dan 10 kelurahan di seluruh Kabupaten Bandung. “Inovasi layanannya sudah serba digital. SLRT Sabilulungan terlengkap dan dijadikan percontohan nasional. Tentu kami berharap, gedung baru ini semakin mendukung upaya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Bandung.” tutur Dadang Naser.
Sementara itu, Kepala Dinsos Kabupaten Bandung Nina Setiana menambahkan, sejak pembentukannya pada 2016, SLRT Sabilulungan berhasil menurunkan angka kemiskinan. Tercatat pada 2017 berada di angka 7,65%, di 2018 turun menjadi 6,65% dan turun lagi menjadi 5,95% pada 2019.
“Seperti halnya di daerah lain di masa pandemi covid-19 ini, tentu ada kenaikan lagi angka kemiskinan Kabupaten Bandung karena adanya misbar (miskin baru). Dan ini menjadi tantangan kita untuk menurunkan kembali. Sempat di 2017 tinggi, itu bisa turun karena adanya integrasi program-program penanganan kemiskinan,” tambah Nina.
Apabila di lapangan ditemukan ada warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan, urai Nina, cukup datangi puskesos yang merupakan miniatur SLRT di tingkat desa. Karena puskesos pun memiliki potensi sumber yang bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan masyarakat.
“Data puskesos terkoneksi dengan SLRT di tingkat kabupaten, jadi ada mekanismenya. Bila puskesos tidak memiliki potensi sumber untuk menyelesaikan permasalahan warga miskin dan rentan miskin, maka bisa dirujuk ke SLRT, yaitu di gedung baru ini. Tinggal melaporkan by name by address, sehingga kita bisa langsung merujuk ke program-program penanggulangan kemiskinan di perangkat daerah dan tergabung dalam tim koordinasi penanganan kemiskinan daerah,” beber Nina.
Warga yang membutuhkan bantuan dan perlindungan jaminan sosial, lebih dalam Nina membeberkan, terdapat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (dtks) yang dikeluarkan Kementerian Sosial (Kemensos). Ketika ada warga yang tidak masuk data padahal mereka adalah warga miskin, maka ada mekanisme yang dikerjasamakan dengan puskesos.
“Data warga ini harus masuk dahulu dalam DTKS, ada mekanisme verivali (verifikasi dan validasi) yang dilakukan puskesos. Jadi ke depan, data-data itu akan lebih tertib dan tepat sasaran. Pilar-pilar sosial yang menjadi komponen mitra kerja kita, akan membangun sebuah sistem layanan dan perlindungan sosial yang terintegrasi, juga memberikan ketepatan dan keakuratan data,” pungkasnya. (nk)