Adi Junjunan : ASN di Lingkungan Pemerintahan Kota Bandung Mencapai 16 Ribu

DALAM Undang-undang ASN Nomor 20 Tahun 2023, mengatur tidak boleh lagi ada tenaga honorer yang bekerja atau menjabat jabatan ASN (Aparatur Sipil Negara) di instansi pemerintahan. Aturan itu berlaku mulai bulan Desember tahun 2024.

Pemerintah Kota Bandung melalui BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi aturan perundang-undangan nomor 20 tahun 2023.

Berdasarkan tanggung jawab itu, BKPSDM Kota Bandung telah menyiapkan berbagai langkah dan skema agar tenaga honorer di Kota Bandung tidak lagi bekerja dan menjabat jabatan ASN di lingkungan pemerintahan kota Bandung.

Untuk memenuhi kebutuhan ASN yang terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja) tahun 2024, pemerintahan Kota Bandung membutuhkan sebanyak 838 ASN. Terdiri dari, 48 PNS dan 790 PPPK.

Hal itu disampaikan Kepala BKPSDM Kota Bandung, Dr. H. Adi Junjunan Mustafa saat menjadi narasumber di Basa Basi Podcast Pokja PWI Kota Bandung, Kamis (16/1/2025).

Adi Junjunan menjelaskan, penentuan jumlah kebutuhan ASN tahun 2024 di Kota Bandung berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan BKPSDM dengan Bappelitbang dan BKAD Kota Bandung.

Hal ini disesuaikan dengan kemampuan fiskal atau APBD pemerintah kota Bandung, untuk menghindari belanja kepegawaian atau gaji pegawai tidak melebihi 30 persen, katanya.

Hingga saat ini, kata Adi Junjunan, jumlah keseluruhan ASN di lingkungan pemerintahan kota Bandung mencapai 16 ribu pegawai. Dengan rincian, 10 ribu lebih PNS dan 5 ribu lebih PPPK.

Untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan pegawai atau ASN di lingkungan pemerintahan Kota Bandung, BKPSDM membuka pendaftaran dan seleksi PPPK melalui dua tahap. Hal itu sesuai dengan desain dari pemerintah pusat.

Untuk tahap 1 (pertama), kata Adi Junjunan, seleksi tahap pertama untuk mereka (pegawai) yang sudah masuk data base di BKN (Badan Kepegawaian Negara) dan tenaga honorer K2.

“Di Kota Bandung itu ada 8 ribu yang masuk basis data di BKN,” kata H. Adi Junjunan.

Sementara, lanjut Adi Junjunan, untuk tahap 2 (dua) diperuntukan bagi mereka (pegawai) yang sudah dua tahun bekerja di instansi pemerintahan. Hal itu harus dibuktikan melalui Surat Pertanggungjawaban Mutlak yang ditandatangani oleh pejabat di level eselon 2. Surat tersebut dilampirkan dalam persyaratan pendaftaran.

“Tapi ternyata, untuk kasus di Kota Bandung dan kabupaten kota lainnya. Ketika tahap 1 dibuka, tidak semua pegawai yang tercatat dalam data base BKN belum semua mendaftar. Masih banyak yang belum ikut melamar di tahap pertama,” ungkapnya.

“Makanya kebijakan dari pemerintah pusat, untuk tahap 2 ini mereka yang masuk basis data BKN tapi belum daftar di tahap 1, maka mereka diminta untuk daftar juga di tahap 2,” imbuhnya.

Berkaitan dengan aturan UU ASN Nomor 20 tahun 2023, yang mengatur tidak boleh lagi ada tenaga honorer yang menjabat atau mengerjakan pekerjaan ASN, BKPSDM Kota Bandung akan merekrut PPPK Paruh Waktu.

“Karena pemerintah berkewajiban memenuhi aturan perundang-undangan nomor 20 tahun 2023, tidak boleh lagi pegawai selain ASN yang bekerja untuk pekerjaan ASN. Maka pemerintah pusat itu, mengeluarkan satu peristilahan jabatan PPPK paruh waktu,” terangnya.

Diterangkan Adi Junjunan, PPPK Paruh Waktu yang bakal dipekerjakan di lingkungan pemerintahan Kota Bandung adalah mereka (pegawai) yang masuk dalam basis data BKN termasuk tenaga honorer K2 tapi mereka belum lulus menjadi PPPK dan mereka yang ikutan tes dan seleksi tapi belum lulus pada 2024. “Maka, akan diterima sebagai PPPK paruh waktu,” ujarnya.

Dikatakan Adi Junjunan, Pegawai PPPK paruh waktu tetap mendapatkan nomor induk pegawai.

“Mereka akan bekerja di pemerintahan kota bandung itu sesuai pekerjaan yang mereka lakukan saat ini. Digaji berdasarkan acuan dari Kemenpan RB, dengan gaji sama dengan mata anggaran yang diterima saat ini,” jelasnya.

“Besarnya secara umum tidak boleh lebih kecil dari yang mereka terima saat ini,” pungkas Dr. H. Adi Junjunan Mustafa. (*)